selamat datang didunia kecilku semoga sesuatu yang kecil ini akan memberikan manfaat meski cuma sedikit selamat menikmati

Sabtu, 17 Juli 2010

Malaikat Kecilku

Seorang anak kecil duduk ditepi jalan diantara lalu lalang kendaraan jalan raya disebuah kota besar. Tangannya menengadah, meminta-minta. Dia hanya berharap beberapa koin dari para dermawan disebuah kota besar, untuk sesuap nasi penyambung hidup di hari esok. Dan tangan yang lain menenteng sebuah boneka kesayangannya dengan kostum merah putih. Boneka itu tertawa seperti ia memasang wajah manisnya yang imut dan lucu. Tiada tangis, tiada air mata, karna tangis sudah tak menyentuh iba, dan airmatanya sudah mengering, hanya keringat yang selalu membasahi tubuh dan wajahnya, didahi, pipi dan janggut manisnya.
Ia bersayap sehingga cepat berpindah dan menyebar di sudut-sudut kota, tempat-tempat ramai diantara debu-debu jalanan, diantara kaki-kaki gedung pencakar langit dan mencari hati nurani diantara pualam-pualam kota. Di bawah terik mentari dan berselimut malam. Inikah generasi penerus bangsa ini??? malaikat kecilku hanya tersenyum penuh misteri dari kepolosan seorang anak manusia yang masih lugu dan jauh dari rasa kasih sayang. Dia hanya menunggu dan bermimpi berharap sesuatu tidak hanya sekedar sekeping dua keping koin dari hati nurani pualam-pualam sebuah kota besar.
Akrilik on canvas, 145 x 145 Cm, 2010.

Jumat, 09 April 2010

Naik Hewan Impian



Naik Hewan Impian, 2009, Acrylic on Canvas, dan dalam buku katalog pameran Pesan Cinta Harsono Sapuan, 2011, Anindya Barata menulis demikian:  

"Demikian pula pada karyanya yang lain, dengan komposisi serupa, ia menempatkan dirinya di atas kuda bersayap yang berwarna-warni yang disebutnya sebagai hewan impian. Di bawahnya adalah lanskap bergelombang, dunia labil bergonjang-ganjing yang haru-biru. Seakan Harsono ingin menyatakan posisinya sebagai pelukis yang akan terus “mengendarai” kanvas warna-warninya dengan semangat “berdaya kuda”, mengamati dunia realitas secara reflektif dan berjarak".
Dan pada katalog yang sama Purwadmadi Admadipurwa menulis
"Membaca karya Harsono tidak cukup hanya dari menjawab pertanyaan tentang sayap-sayap terkembang itu. Malah, saya sering rasakan, sayap-sayap itu sebagai cara Harsono menciptakan area promosi dengan membangun etalase dari show room karyanya dan gudang pengalaman batinnya. Kedalaman isi sayap itu bukan pada kenampakan sayapnya. Terdengar, “terbangkan daku ke atas langit terjauh, sejauhnya jauh.”
Tidak kalah menarik tentang apa yang ditulis Mardi Luhung pada katalog itu juga:
         "Jadinya, seperti dalam lukisan Naik Hewan Impian (2009), Harsono pun merasa dirinya dapat terbang untuk melakukan apa yang diinginkan itu. Dan dalam lukisan itu, sosok penunggang (atau yang naik) di punggung si hewan impian, seakan-akan memainkan kedua tangannya seperti memainkan sesuatu yang ingin didapatkannya balik. Sesuatu yang mungkin ada di nun jauh di sana. Di mana ketika terbang, rumah-rumah yang ada di bawahnya tampak terlihat biru semu kekuningan. Dan kaki langit pun mengkelung. Seperti bola dunia menjadi kecil. “Har, Har, betapa rindunya dirimu dengan ari-arimu. Sedulurmu. Belahan jiwamu. Yang telah tertinggal di masa lalu...”

Perjurit Jaran


Perjurit Jaran, 2010, Acrylic on Canvas. Koleksi TeMBI Rumah Budaya, Yogyakarta.

Naik Hewan Qurban


Akrilik on canvas, 70X60 Cm
2009.

Pengantin Muluk


Akrilik on canvas, 70X90 Cm
2009.

Ngejazzzzz di Ancol


Akrilik on kanvas, 70 x 60 Cm
2009.

Bhetari Guru

Oil on kanvas, 145 x 195 Cm
2008.

Cerutu Presiden

Oil on kanvas, 145 x 145 Cm
2007.

The King Fisher


The King Fisher, 2007, Oil on Canvas. Pada Katalog Pameran Pesan Cinta Harsono Sapuan, 2011, Anindya Barata menulis: 
"Sosok badut yang sering ditampilkan Harsono merupakan representasi tawa lainnya. Yang mencolok justru badut sebagai presiden dan raja. Badut yang dilukis close up sambil mengisap cerutu dengan asap bak buaian awan lamunan, wajahnya memancarkan ekspresi nikmat. Sementara itu cerutu di bibir birunya kian pendek, perlahan memangkas tulisan ‘presiden’, hingga habis pada waktunya nanti. Latar belakangnya yang berwarna ungu penuh sesak dengan wajah-wajah  rakyat yang samar. Dalam karya lainnya, seorang pemancing mengisap cerutu bertuliskan ‘king’, sembari bertopang dagu dengan tatapan kosong. Yang memakan pancingnya justru seorang badut. Di dasar air tampak beragam wajah rakyat yang digores tipis, sementara ikan-ikannya yang cantik dekoratif malah dipunggungi.

Dalam konteks politik, metafora-metafora Harsono tidaklah garang dan menyakitkan tapi lebih merupakan pasemon yang bermain-main dengan idiom tawa. Namun jika ditarik lebih jauh secara berlapis, tertawa dalam kode budaya Jawa tidak selalu identik dengan kegembiraan tapi bisa merupakan cermin kegetiran".

Wijaya Kusuma Flower

Akrilik on kanvas, 95 x 95 Cm
1999.

Virgin Water

Akrilik on kanvas, 95 x 95 Cm
1999.

Srie Devi


Oil on kanvas, 145 x 195 Cm
2008.

Artist Family

Oil on kanvas, 195 x 145 Cm
2000.

Story Night


Story Night, 2000, Oil on Canvas. Dalam kata sambutan pada Pameran Pesan Cinta Harsono Sapuan, 2011, Mohammad Sobary menulis:     
"Lukisan-lukisan Mas Harsono Sapuan merupakan imajinasi bahwa hidup itu menggembirakan. Warna lukisan yang cerah seperti itu banyak, dan didalam koleksi lukisan-lukisan kontemporer lebih banyak-banyak lagi yang jauh lebih meriah. Tapi kemeriahan tak selalu identik dengan kecerahan hidup. Di lukisan Mas Harsono hal itu jadi warna utama. Pendeknya, cerminan dunia dalam Mas Harsono itu kegembiraan. Juga muncul, kenakalan dan sikap usil seperti nampak dalam Story Night yang bicara tentang ribuan cerita. Malam itu roman, tapi malam juga keindahan. Bunyi seruling, yang ditiup di puncak segala kegembiraan. Dan malam juga kegembiraan naik motor tanpa gangguan. Ini sekedar contoh bahwa hidup itu kegembiraan".