selamat datang didunia kecilku semoga sesuatu yang kecil ini akan memberikan manfaat meski cuma sedikit selamat menikmati

Sabtu, 06 April 2013

Balance of Salaki Rabi




Sung Sang

 Dalam “Sungsang” (145x145 cm, canvas-acrylic, 2013), Harsono menyaji teknik simbolik ornamentik yang menyiratkan siklus kerakusan hidup, sebuah lukisan perjalanan lanjut dari gaya macam “Balance of Salaki Rabi” (145x195 cm, canvas-acrylic, 2013), yang menyuratkan “keharsonoan” sejak lama. Bukan soal teknik, “perkembangan” antar dua lukisan ini membuka ruang tafsir, Harsono telah membuka ruang pemaknaan dari sudut pandang yang berbeda.

(Purwadmadi Admadipurwa)



Rekiblik Bagong

 Rekiblik Bagong

Akrilic on Canvas, 2013. Juga sebagai tema Pameran. Dan pada buku katalog pamerannya, Purwadmadi Admadipurwa menulis sebagai berikut:

ORANG-ORANG di pinggiran, mungkin, orang-orang tak berteriak. Tetapi, bukan berarti orang diam.  Jagat kecil manusia Jawa, selalu menempatkan diri pada ruang-ruang besar kosmologis tak terhingga. Mereka paham akan keluasan alam pelingkup diri, tetapi merasa  tak perlu harus tahu batas ketakterhinggaan itu. Sesuatu yang terukur tetapi tak bisa diukur. Maka, mereka selalu berbuat sebagai wiradat dari kodratnya. Mereka membangun suatu frame perubahan dalam ketakterhinggaan itu, sekaligus berbuat untuk dan atas nama perubahan. Setiap kali terdapat pengukuran, hanya serba relatif yang didapat.  Figurisasi “Bagong”, bagian dari ukuran tafsir orang kebanyakan, atas dinamika gejolak perubahan.
Perubahan apa? Perubahan keadaan. Keadaan apa? Keadaan geopolitik, budaya, dan sosial ekonomi masyarakat. Suatu keadaan gerah, sumpek, sekaligus carut marut. Cara sederhana yang mereka lakukan, membaca keadaan (maca kahanan – Jw), segala yang tersirat. Salah satu yang terbaca oleh mereka, bergulirnya suatu suasana “Rekiblik Bagong”, negeri yang diliputi  jarak jauh berjurang antara kawula dan bendara (rakyat dan pemimpinnya). Suasana rindu figur sederhana, merakyat, jujur dan terbuka. Mereka menemukan suatu pengharapan, dalam diri berkarakter panakawan (baca: wong cilik)  “Bagong”.