selamat datang didunia kecilku semoga sesuatu yang kecil ini akan memberikan manfaat meski cuma sedikit selamat menikmati

Senin, 26 Desember 2011

Bukit Biru


Di bukit ini tempat aku bermain cinta, mendengar nyanyian pucuk pinus dan lambaian ilalang yang menebar buih surga. Dan dipepohonan, burung-burung, belalang, kumbang dan kunang-kunang saling bercengkerama menyambut malam. Ketika matahari jingga tak terlihat lagi, ketika kabut biru kian menyelimuti. Dan kusetubuhi alam dengan khidmat.

Naik Hewan Impian III


Horee, aku bisa terbang. melintasi bulan yang terang
dan hangat, memetik bintang dan menjelajah langit.
Langit malam yang biru, luas dan kelam. Dan bumi
kian berjarak, makin menjauh. Disini kunikmati ke-
cantikanmu, ke-elok-anmu, dan mengenang-mu se-
tiap malam tiba.

Sabtu, 24 Desember 2011

Sapi Jantan


Tiba-tiba tumbuh tanduk dikepalaku, dan punggungku juga berpunuk. Dan kelebat di bokong ini mungkin ekor, yang dapat bergoyang dan mengibas. Seperti kibasan tanganmu yang sekali tepuk dua atau tiga ekor lalat terhempas. Aku mengarungi samodera dialamku yang biru dan luas, menjemput dua rembulan yang penuh dan selalu tersenyum hangat. Dan sejuta pasang bola mata mengantarku lewat, lepas dan bebas,..

gara-gara Wajah Bupati



Ini terjadi di bulan September 1990, kami pameran bersama di gedung DKS, Surabaya. Aku, Hadi Soesanto, Didik Mojo, Dedy, Slamet Riyadi dan Tantri Coralita, kami menamakan diri Kelompok Enam. Acara pameran kami berjalan mulus dan meriah, Leo kristi, Zawawi Imron dan banyak seniman-seniman kota pahlawan hadir memeriahkan pameran kami. Aku ingat waktu itu kami menginap di gedung pameran, aku dibanding teman-teman yang kebanyakan domisili di Malang, paling dekat karena rumah ortu ku di Gresik, tapi kupilih menginap di gedung pameran. Jadinya seperti rumah sendiri, he he he (waktu itu kami masih mahasiswa dan suka bertualang). Hari-hari kami menunggu pameran tidaklah membosankan karena waktu itu Bapak Thalib Prasodjo (yang waktu itu Ketua DKS) sangat akrab, bersahaja dan penuh kebapakan sering bercanda dan menasehati kami dalam banyak hal, baik tentang berkesenian dan berkehidupan. Juga hari-hari kami yang selalu diisi dengan acara saling menskets. Banyak pelajaran sketsa yang kuperoleh dari bapak Thalib Prasodjo, aku menyukai garisnya, dan ekspresinya yang tertata dengan lentur dan luwes. Aku jadi tersadar hampir saban hari aku selalu digambar dan diskets Bapak, ada yang dia katakan jelek dan gagal, tapi yang dikatakan baik selalu diberikan padaku. Terus suatu hari setelah Bapak menskets ku, aku iseng bertanya dengan sedikit rasa penasaran, "Bapak, kenapa seh kok suka menggambar aku?" tanyaku. Dan beliau pun menjawab dengan serius yang juga dihadapan beberapa kawan yang berpameran, katanya, "Jujur ya,... kalau dijamanku masih muda doeloe, wajah sepertimu ini adalah Wajah Bupati". Wakakakkakakakkkkkkk dengan spontan aku ngakak gag kuat mendengar keseriusan jawaban beliau.

Thalib Prasodjo, seniman Surabaya, yang kini telah berpulang dan beristirahat dengan damai di sorga, selamat jalan bapak, do'a kami selalu menyertaimu. Tak kan kulupakan budi baik mu,..

Rabu, 21 Desember 2011

aku menggambar : sang Maestro Affandi



Ini adalah kisah nyata pengalaman aku pribadi, suatu saat di bulan Juni tahun 1987, aku bersama seorang kawan ke Museum Affandi di Jalan Jogja-Solo. Aku di Jogja karena berminat mendaftar di Fakultas Seni Rupa dan Disain, ISI, yang kampusnya saat itu terletak di Gampingan (dan sekarang menjadi Jogja Nasional Museum). Kami berangkat naik motor yang dipinjamkan seorang teman yang baik hati dan dirumahnya pula kami menginap selama mengikuti test di ISI. Hari agak siang setelah berputar-putar kami mencari akhirnya kami tiba di Museum. Dimeja resepsionis aku langsung mengutarakan niatku bertemu bapak Affandi, yang secara kebetulan beliau sedang duduk santai diatas lincak bambu diruang tengah museum.
Setelah resepsionis mempersilahkan kami bertemu, kami pun menghampiri bapak Affandi. Aku memperkenalkan diri dan mencoba menjelaskan bahwa aku akan mendaftar ke ISI dan niatku memohon doa restu serta aku berkeinginan mensket on the spot Bapak Affandi. Dengan logat bahasa yang pelan hampir tak kudengar beliau mempersilahkan aku mensketnya dan tentu saja dengan raut khas wajah bapak Affandi yang selalu smilling (kurasa begitu dan itu adalah pertemuanku satu-satunya selama hidupku dengan beliau).
Aku segera duduk didepan beliau diatas lantai yang berjarak kurang lebih dua atau tiga meter. Wah satu hal yang kulupa saat itu bahwa aku berada di dalam museum dan tentu saja saat itu banyak pengunjung museum memperhatikan aku. Tentu saja keringat dingin dan butiran keringatku mengguyur deras, tapi tetap aku berusaha keras tetap tak gentar, meskipun keringat dan tubuhku kian menggetar hebat. Dan cilakanya kawanku tadi entah kemana kupikir kok tidak menemaniku disebelahku kek,... he he he tapi yowis lah,...
Beberapa saat aku berusaha keras menskets wajah beliau (maklumlah aku orang daerah yang baru aja lulus SMA dan sama sekali babar blass aku gag tau apa itu melukis dan mensketsa. Yang kutahu hanya ingin menggambar persis wajah beliau. Aku blum usai tiba-tiba bapak Affandi memberikan bahasa isyarat kepada seseorang. Dan seseorang itu pun datang dan meletakan ember dilantai pas didepan beliau. achh,.. rupanya bapak ingin kencing, dan dengan santainya beliau membuka dan mengangkat sarung yang ia kenakan dan,... he he he he sambil tersenyum beliau memandangku yang lagi terheran dan mungkin sangat naif wajahku saat itu. Aku melihat kemaluan bapak dengan utuh dan khidmat (tapi sayang aku waktu itu tak berpikiran menggambarnya yaa,... he he he).
Entah berapa lama aku menskets wajah bapak, tapi akhirnya selesai juga dan kutunjukan pada beliau. Beliau mengamati sejenak trus meminta sesuatu pada seseorang. Seseorang itu datang sambil membawa lantakan sketsa yang diberikan pada bapak. Sambil berbicara yang agag kurang jelas kedengarannya beliau mengajari aku menggambar, dan ini yang bagiku sangat luar biasa, tangan bapak waktu itu sudah sangat bergetar (dalam bahasa jawa buyuten) tapi aneh ketika memegang bolpoint dan memulai menskets, wah,... sungguh aku melihat dan merasakan energi yang sangat-sangat luar biasa terpancar dari tangan bapak. Tangan yang tadinya bergetar dan seakan tak bertenaga itu tiba-tiba menjelma menjadi kekuatan tangan raksasa. Dan sambil terus bercerita dan menggambar beliau memberikan nasehatnya yang aku sampai agag mendekatkan wajah dan kupingku karena suara beliau memang agag tidak jelas waktu itu. Sungguh ini bagiku adalah pengalaman yang sangat luar biasa bagi perjalanan dan terutama spirit buatku dalam bersikap dan menjalani hidup berkesenian selanjutnya.
Terima kasih Bapak Affandi, semoga damai dan mendapat tempat yang layak di sorga sana, jasa kebaikan dan perjuangan Bapak akan selalu kami kenang,...
Terima kasih juga buat Gatot BP dan seluruh keluarga tempat aku menginap dan makan tidur gratis waktu aku mengikuti test di ISI, Mad Sampyong, yang menemani klayapan selama di Yogya, Mas Joko Maruto yang juga mengajariku, Otong, Imam, Totok, Utig dan Tanti yang kita doeloe pernah bersama-sama ikut test. Kebaikan kalian tak kulupakan kawan,...
Dan juga Cak Kris dan Cak Tiko yang selalu memberikan suprotnya dan Mamad Syafii yang menemaniku waktu pertama kuliah di Jogja.