Naik Hewan Impian, 2009, Acrylic on Canvas, dan dalam buku katalog pameran Pesan Cinta Harsono Sapuan, 2011, Anindya Barata menulis demikian:
"Demikian pula pada karyanya yang lain, dengan
komposisi serupa, ia menempatkan dirinya di atas kuda bersayap yang
berwarna-warni yang disebutnya sebagai hewan impian. Di bawahnya adalah lanskap
bergelombang, dunia labil bergonjang-ganjing yang haru-biru. Seakan Harsono
ingin menyatakan posisinya sebagai pelukis yang akan terus “mengendarai” kanvas
warna-warninya dengan semangat “berdaya kuda”, mengamati dunia realitas secara
reflektif dan berjarak".
Dan pada katalog yang sama Purwadmadi Admadipurwa menulis
Dan pada katalog yang sama Purwadmadi Admadipurwa menulis
"Membaca karya Harsono tidak cukup
hanya dari menjawab pertanyaan tentang sayap-sayap terkembang itu. Malah, saya
sering rasakan, sayap-sayap itu sebagai cara Harsono menciptakan area promosi
dengan membangun etalase dari show room karyanya dan gudang pengalaman
batinnya. Kedalaman isi sayap itu bukan pada kenampakan sayapnya. Terdengar,
“terbangkan daku ke atas langit terjauh, sejauhnya jauh.”
Tidak kalah menarik tentang apa yang ditulis Mardi Luhung pada katalog itu juga:
Tidak kalah menarik tentang apa yang ditulis Mardi Luhung pada katalog itu juga:
"Jadinya, seperti dalam lukisan Naik Hewan Impian
(2009), Harsono pun merasa dirinya dapat terbang untuk melakukan apa yang
diinginkan itu. Dan dalam lukisan itu, sosok penunggang (atau yang naik) di
punggung si hewan impian, seakan-akan memainkan kedua tangannya seperti
memainkan sesuatu yang ingin didapatkannya balik. Sesuatu yang mungkin ada di
nun jauh di sana. Di mana ketika terbang, rumah-rumah yang ada di bawahnya
tampak terlihat biru semu kekuningan. Dan kaki langit pun mengkelung. Seperti bola dunia menjadi kecil. “Har, Har, betapa
rindunya dirimu dengan ari-arimu. Sedulurmu.
Belahan jiwamu. Yang telah tertinggal di masa lalu...”